Sejarah Bapak Jendro Darsono
SEJARAH BAPAK JENDRO DARSONO
Di bawah binaan Bapak Hadjar Hardjo Oetomo, beliau berhasil menjadi juara dalam kejuaraan Pencak Silat Pasar Malam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Belanda di Madiun dan juga menjadi juara ketika membuka Cabang latihan di Solo pada tahun 1935.
Tahun 1938, Bapak Jendro Darsono pindah ke Surabaya dan Cabang latihan di Solo diteruskan oleh Bapak Murtadji Wijaya dan Bapak Padmo Siswoyo. Keberhasilan menjadi juara tersebut dapat di ulanginya pada masa Pemerintahan Militer Jepang di Semarang dan di Surabaya dengan mengalahkan seorang jago dari Perwira Tentara Jepang.
Tahun 1948, pada musyawarah di kediaman Bapak Hadjar Hardjo Oetomo di Pilangbango Madiun, beliau di tunjuk sebagai Wakil Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate. Pada tahun 1950 beliau masuk Militer di TNI-AD pada Kodam Brawijaya di Kediri dan kemudian di pindah tugaskan ke Surabaya sejak Tahun 1954 hingga pensiun pada tahun 1982 dengan pangkat Kapten. Selanjutnya di Surabaya, beliau dikenal dengan nama "Kapten Darsono".
Pada waktu mudanya, beliau suka memelihara rambut sampai panjang dan suka bertukar kepandaian dengan aliran Pencak Silat lain. Beliau terkenal agresif, keras dan berdisiplin tinggi baik di dalam latihan maupun diluar latihan Pencak. Dalam melatih Pencak Silat Setia Hati, beliau juga terkenal perfeksionis (ingin selalu sempurna benar).
Semenjak menetap di Surabaya, beliau mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate antara lain bersama Bapak Tomo dan Bapak Kuncoro Sastrodarmodjo hingga berkembang pesat dan cukup di segani. Kader-kader beliau antara lain :
Dalam kunjungannya ke Ngrambe Ngawi tersebut, beliau selalu mengajak putri sulungnya yang bernama Yatna Reni. Di samping itu, Bapak Munandar Hardjowiyoto merupakan mantan komandannya sewaktu beliau ditempatkan bertugas di Surabaya.
Pada tahun 1960, beliau di tetapkan sebagai sesepuh Persaudaraan Setia Hati Terate Surabaya. Bapak Jendro Darsono wafat pada bulan Suro tahun 1984 di Surabaya. Dari pernikahannya dengan ibu Sugiarti, di karuniai 7 orang anak, yakni :
Beliau juga sering memberikan wejangan-wejangan yang hingga kini masih melekat dalam ingatan para kader-kader binaannya. Semboyan yang terkenal hingga saat ini dan masih digunakan di Setia Hati Terate, antara lain :
Tahun 1938, Bapak Jendro Darsono pindah ke Surabaya dan Cabang latihan di Solo diteruskan oleh Bapak Murtadji Wijaya dan Bapak Padmo Siswoyo. Keberhasilan menjadi juara tersebut dapat di ulanginya pada masa Pemerintahan Militer Jepang di Semarang dan di Surabaya dengan mengalahkan seorang jago dari Perwira Tentara Jepang.
Tahun 1948, pada musyawarah di kediaman Bapak Hadjar Hardjo Oetomo di Pilangbango Madiun, beliau di tunjuk sebagai Wakil Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate. Pada tahun 1950 beliau masuk Militer di TNI-AD pada Kodam Brawijaya di Kediri dan kemudian di pindah tugaskan ke Surabaya sejak Tahun 1954 hingga pensiun pada tahun 1982 dengan pangkat Kapten. Selanjutnya di Surabaya, beliau dikenal dengan nama "Kapten Darsono".
Pada waktu mudanya, beliau suka memelihara rambut sampai panjang dan suka bertukar kepandaian dengan aliran Pencak Silat lain. Beliau terkenal agresif, keras dan berdisiplin tinggi baik di dalam latihan maupun diluar latihan Pencak. Dalam melatih Pencak Silat Setia Hati, beliau juga terkenal perfeksionis (ingin selalu sempurna benar).
Semenjak menetap di Surabaya, beliau mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate antara lain bersama Bapak Tomo dan Bapak Kuncoro Sastrodarmodjo hingga berkembang pesat dan cukup di segani. Kader-kader beliau antara lain :
- Bapak Karyono
- Bapak Karmudji
- Bapak Richard Wahyudi
- Bapak Mulyanto
- Bapak Saleh Sumanto
- Bapak Hersubeno
- Bapak Margono
- Bapak Iswoyo
Dalam kunjungannya ke Ngrambe Ngawi tersebut, beliau selalu mengajak putri sulungnya yang bernama Yatna Reni. Di samping itu, Bapak Munandar Hardjowiyoto merupakan mantan komandannya sewaktu beliau ditempatkan bertugas di Surabaya.
Pada tahun 1960, beliau di tetapkan sebagai sesepuh Persaudaraan Setia Hati Terate Surabaya. Bapak Jendro Darsono wafat pada bulan Suro tahun 1984 di Surabaya. Dari pernikahannya dengan ibu Sugiarti, di karuniai 7 orang anak, yakni :
- Yatna Reni
- Yatna Gata
- Jendra Gangga
- Hangga Satya
- Bratawati
- Fidya Rastri, dan
- Juala Ratri
Beliau juga sering memberikan wejangan-wejangan yang hingga kini masih melekat dalam ingatan para kader-kader binaannya. Semboyan yang terkenal hingga saat ini dan masih digunakan di Setia Hati Terate, antara lain :
- Ojo gumunan (jangan heranan).
- Ojo rumongso biso, nanging biso-o rumongso (jangan merasa bisa, melainkan bisalah untuk merasa).
- Berani karena benar, takut karena salah dan janganlah gampang berbicara, kalau sudah berbicara harus ada dasarnya.
Itulah sedikit wawasan mengenai Sejarah Bapak Jendro Darsono yang dapat saya bagikan. Kurang lebihnya saya mohon maaf. Sekian dan terima kasih ...
Salam Persaudaraan .....
mantaapp, baru kali ini tahu sejarah mas Darsono
ReplyDelete